Benih Sumber
Benih sumber yang digunakan hendaknya dari kelas yang lebih tinggi. Kebutuhan benih sumber per hektar diperkirakan sebanyak 10 kg benih penjenis untuk menghasilkan benih dasar, 25 kg benih dasar untuk menghasilkan benih pokok; dan 25 kg benih pokok untuk menghasilkan benih sebar. Varietas yang ditanam hendaknya selain disesuaikan dengan kebutuhan konsumen, memperhatikan pula aspek kecocokan lahan, umur tanaman, dan ketahanan terhadap hama serta penyakit.
a. Persyaratan Lahan
Persyaratan berikut perlu diperhatikan pada saat memilih lahan adalah sebagai berikut:
* Lahan hendaknya merupakan bekas tanaman lain atau lahan yang diberakan,
* Lahan dapat bekas tanaman padi, asalkan varietas yang ditanam sama dengan varietas yang
ditanam sebelumnya,
* Ketinggian lahan disesuaikan dengan daya adaptasi varietas tanaman, umumnya padi beradaptasi
di dataran rendah,
* Lahan relatif subur, Ph 5,4-6, dan memiliki lapisan keras sedalam 30 cm agar sawah tidak
lekas kering.
c. Musim Tanam
Padi termasuk tanaman yang dapat tumbuh dalam genangan. Namun, padi juga dapat ditanam di lahan kering asalkan air cukup tersedia. Oleh karena itu, padi dapat ditanam pada musim hujan maupun musim kemarau, selama air tersedia cukup.
d. Penyemaian
Ukuran bedeng pesemaian umumnya 5% dari luas lahan penanaman. Misalnya, lahan penanaman direncanakan seluas satu hektar maka bedengan persemaian yang diperlukan sekitar 500m2. Sebelum diolah, lahan persemaian diairi lebih dahulu agar tanah menjadi gembur. Keesokan harinya, lahan dicangkul dan dibuat bedengan dengan ukuran lebar 120- 150 cm, panjang 8-10 m atau tergantung bentuk petakan, dan ketinggian 15-20 cm. jarak antar bedengan dibuat selebar 30 cm. Benih yang digunakan sebaiknya mempunyai kadar air 11- 12%. Sebelum disebarkan, benih (dalam karung) direndak di dalam kolam atau air yang mengalir selama 24 jam untuk mematahkan domansi dan membersihkan benih dari patogen. Setelah itu, benih diberi perlakuan fungisida, misalnya
Benlate F-20 dengan dosis 125 g per 25 kg benih. Selanjutnya, benih diperam dalam air selama 24 jam untuk memacu perkecam-bahan. Lokasi tempat memeram sebaiknya dipilih tempat yang teduh. Benih yang telah diperam kemudian disebar secara merata ke lahan pesemaian yang macakmacak (berlumpur). Setelah itu, permukaan lahan ditutup dengan sekam padi varietas yang sama. Penutupan dengan sekam ini ditujukan untuk melindungi benih padi dari terpaan hujan maupun angin.
Semai dipupuk pada umur 5 hari setelah tanam (HST) dengan campuran 200 g urea + 100 g SP-36 + 60 g KCL untuk setiap 10m2. pupuk disebar pada pagi hari sebelum pukul 08.00. untuk melindungi pesemaian dari serangan hama maupun penyakit, perlu disemprotkan insektisida, misalnya Bassa 50 EC ( dosis 1,5 ml/l air) dan Darmafur 3G sebanyak 2 kg. Lahan pesemaian dijaga dalam kondisi macak-macak hingga tanaman berumur 14-18 HST : Jika lahan tergenang air atau kekeringan maka bibit padi akan cepat mati. Benih yang telah diperam kemudian disebar secara merata ke lahan pesemaian yang macak-macak (berlumpur). Setelah itu, permukaan lahan ditutup dengan sekam padi varietas yang sama. Penutupan dengan sekam ini ditujukan untuk melindungi benih padi dari terpaan hujan maupun angin.
e. Penyiapan lahan dan penanaman
Penanaman padi menghendaki tanah sawah yang berstruktur lumpur dengan kedalaman sekitar 15-30 cm. untuk memperoleh struktur tanah demikian, lahan beberapa kali direndam dengan air.
* Perendaman I selama 3-4 hari lalu diikuti pembajakan I
* Perendaman II selama 2-3 hari lalu diikuti pembajakan II
* Perendaman III selama 2-3 hari lalu diikuti penggaruan I
* Perendaman III selama 2-3 hari lalu diikuti penggaruan II sambil permukaan tanah diratakan.
Kegiatan selanjutnya yaitu pengaturan jarak tanam jarak tanam dibuat 22 cm x 22 cm bila penanaman pada musim kemarau dan 30 cm x 15 cm bila penanaman pada musim hujan. Jarak tanam ini dapat pula disesuaikan dengan jarak tanam yang dianjurkan untuk varietas yang ditanam atau sesuai anjuran Dinas Pertanian Tanaman Pangan. Agar penanaman dapat teratur, pada lahan dibuat lajur (larikan) dengan menggunakan caplak atau tali. Bibit yang lemah maupun bibit voluntir dicabut dan dibuang. Sementara bibit yang vigor, sehat, dan berumur 21-25 hari di cabut dan kemudian ditanam di lahan. Sebelum ditanam, bibitdipotong kira-kira 20 cm dari pangkal batang. Tujuannya untuk mengurangi penguapan agar bibit tidak lekas layu. Penanaman bibit sebaiknya 2-4 tanaman per rumpun sedalam ± 2-3 cm. untuk perbanyakan benih BD dari benih BS, penanaman bibit adalah 1 bibit per lubang tanam. Adapun untuk perbanyakan benih BP dari BD maupun BR dari BP, dalam satu lubang dapat ditanami 3 bibit.
Bibit yang masih tersisa dapat digunakan untuk penyulaman. Penyulaman dilakukan untuk menggantikan bibit yang mati atau kurang bagus pertumbuhannya. Tanaman pengganti ini diusahakan tidak terlalu jauh perbedaan umurnya. Penyulaman biasanya dilakukan pada 7-10 HST dan paling lambat pada umur 15 HST
f. Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan meliputi pemupukan, penyulaman, penyiangan, pengairan, pengendalian hama dan penyakit serta roguing.
1) Pemupukan
Pupuk yang digunakan adalah Urea, TSP, dan KCL dengan dosis per hektar 300 kg Urea, 200 kg TSP, dan 100 kg KCL. Pemupukan dasar diberikan 3-4 hari sebelum tanam dengan 1/3 bagian urea, sedangkan pemupukan susulan II diberikan 7 MST dengan 1/3 urea sisanya. Untuk tanah berpasir, penambahan bahan organik sangat dianjurkan, dosisnya bervariasi 0,5-2 ton bahan organik (pupuk kandang, kompos atau bokhasi) per hektar tergantung pada kondisi lahan. Pupuk dasar diberikan dengan cara disebarkan merata kemudian diinjak-injak. Pupuk susulan I diberikan dengan cara disebarkan dalam larikan dengan selang satu larikan. Pemberian pupuk susulan II dengan cara disebarkan pada larikan yang belum dipupuk pada pemupukan susulan I. Pada saat pemupukan, kondisi tanah dibuat macak-macak dan dibiarkan selama 3 hari.
2) Penyulaman
Penyulaman terhadap tanaman yang mati atau tumbuh tidak normal dilakukan pada saat umur 4-5 HST atau paling lambat 10-15 HST. Tanaman penyulam dipilih tanaman yang seragam dengan pertumbuhan yang kuat dan sehat
3) Penyiangan
Penyiangan dilakukan untuk membuang gulma dan tanaman pengganggu lainnya. Penyiangan dilakukan pada umur 21 HST pada saat tanaman aktif membentuk anakan dan 45 HST pada saat tanaman mulai berbunga. Jika perlu, dilakukan pula penyiangan saat tanaman berumur 50-60 HST. Penyiangan sebaiknya dilakukan bersamaan dengan pemupukan susulan I dan II agar lebih mengefisienkan waktu. Beberapa jenis gulma yang sering mengganggu tanaman di persawahan antara lain jejagoan (Echinochloa crussgalli L.), teki (Cyperus rotundus Linn.), pakupakuan (Salvinea molesta DS. Mitchell), dan eceng (Sagitaria guayanensis). Pengendalian gulma dapat pula dilakukan secara kimiawi dengan herbisida, seperti Ronstar 25 EC, Saturn-D, dan Ally. Penyemprotan herbisida dilakukan saat tanaman berumur 15-25 HST dengan dosis sesuai petunjuk pada label. Perlu diperhatikan bahwa herbisida sebaiknya digunakan sebagai alternatif terakhir, berkaitan dengan dampaknya terhadap pencemaran lingkungan.
g. Pengairan
Pengairan dilakukan sesuai dengan kondisi cuaca dan fase pertumbuhan tanaman. Pada awal fase pertumbuhan, pengairan perlu dilakukan sedikit demi sedikit hingga tinggi air mencapai 7-10 cm di atas permukaan tanah. Pada fase pembentukan anakan, genangan air dipertahankan 3-5 cm di atas permukaan tanah. Bila tinggi air di atas 5 cm, pertumbuhan tunas (anakan) akan terhambat, kondisi ini disebut fase krisis I. memasuki fase pembentukan bulir (primordia) petakan sawah perlu diairi sampai ketinggian 10 cm. Kekurangan air pada fase ini dapat mengakibatkan kehampaan. Puncak kebutuhan air terjadi pada saat pembungaan, saat ini disebut juga fase krisis II. Setelah fase pembungaan, air perlu dikurangi dan dikeringkan agar akar dapat bernapas dan berkembang dengan baik, suhu tanah meningkat sehingga aktivitas organisme tanah juga meningkat, dan busuk akar dapat dihindari. Dua minggu sebelum panen sampai saat panen, lahan hendaknya dalam keadaan kering. Pengendalian hama dan penyakit
Pengendalian hama dan penyakit hendaknya mengikuti sistem pengendalian hama danpenyakit terpadu (PHT) yang meliputi pengelolaan varietas, pengelolaan budidaya, dan pengelolaan biologis. Penggunaan bahan-bahan kimia (pestisida) hanya diberikan pada kondisi yang tepat, yakni jika populasi hama melampaui batas ambang kendali. Hama dan penyakit utama yang biasa menyerang padi adalah hama tikus, hama penggerek batang (sundep dan beluk), wereng cokelat, penyakit tungro, dan penyakit hawar daun (kresek).