Friday, April 3, 2015

Budidaya rumput laut Metode lepas dasar (off bottom method)

Metode lepas dasar (off bottom method)
Metode lepas dasar adalah metode penanaman rumput laut yang dilakukan di badan air. Metode ini telah banyak dilakukan oleh pembudidaya ruput laut, hal ini karena metode ini dapat digunakan pada perairan dengan kedalaman 0,5 – 2 m, sehingga metode ini dapat digunakan pada budidaya rumput laut yang dilakukan di laut maupun di tambak. Metode lepas dasar biasa digunakan pada perairan lepas yang memiliki kedalaman lebih dari 60 m pada saat surut terendah dengan dasar perairan sedikit berlumpur ataupun pasir berbatu, yang berarus sedang.

Penggunaan metode lepas dasar untuk penanaman rumput laut dapat dikelompokkan berdasarkan teknologi yang digunakan yaitu :
(1) Metode tali tunggal (monoline method)
Metode ini merupakan perbaikan dari metode dasar, dimana pada daerah yang telah ditetapkan dipasang patok-patok yang terbuat dari kayu atau bambu secara teratur dan berjarak. Pada sisi yang berlawanan juga dipasang patok dengan jarak yang sama. Patok dihubungkan dengan patok yang lainnya dengan tali yang berisi bibit rumput laut tersebut. Metode ini digunakan pada dasar perairan pasir atau berlumpur pasir.

Metode ini menggunakan tali nilon/plastik sepanjang 3 – 5 m yang diikatkan pada patok yang tingginya kurang lebih ±1 m. Bibit rumput laut seberat ±100 gr diikatkan dengan menggunakan tali rafia dengan jarak 20 – 30 cm pada setiap talinya. Pemasangan tali tunggal harus menyesuaikan dengan arah arus air, pemasangan unit sebaiknya tidak melawan arus air. Hal ini agar unit penanaman tidak mudah rusak atau terbawa arus, namun bibit masih mendapat suplai oksigen dan nutrien yang terbawa oleh arus air. Pengikatan tali tunggal dengan tiang pancang pun sebaiknya tidak terlalu kencang ataupun terlalu longgar.

Pemasangan unit tali tunggal atau lepas dasar sebaiknya juga berjarak 30 – 50 cm di bawah permukaan air pada saat pasang, hal ini karena pada jarak tersebut sinar matahari masih dapat menembus perairan sehingga rumput laut masih dapat melakukan proses fotosintesis dengan optimal yang mendukung pertumbuhan rumput laut.

(2) Metode jaring (spider web method)
Metode jaring merupakan pengembangan dari metode tali tunggal. Metode ini dikembangkan untuk meningkatkan produktifitas rumput laut yang dihasilkan. Sehingga dibuat jaring yang memiliki konstruksi lebih kuat terhadap hempasan ombak/arus air. Metoda jaring lepas dasar adalah metoda penanaman rumput laut dengan menggunakan jaring net berukuran 2,5 x 5 m2 dengan lebar mata jaring 20 – 25 cm. Benih rumput laut diikat pada setiap simpul mata jaring sebanyak 100 – 150 gram.


(3) Metode kantong (tubular method)
Metode kantong merupakan pengembangan dari metode tali tunggal dan jaring. Bibit rumput yang ditanam dimasukkan ke dalam kantong untuk menghindari bibit yang terikat rusak dan terbawa arus. Dengan metode kantong bibit yang ditanam juga terhindar dari hama predator. Kantong yang dibuat dari jaring diikatkan pada tali yang telah diberi jangkar sebagai penahan terhadap gelombang, sehingga kantong lebih kuat dan stabil.

Metoda jaring lepas dasar berbentuk tabung merupakan metode penanaman dengan menggunakan jaring berbentuk tabung yang diletakkan dengan kayu penyangga yang diletakkan 60 cm dari dasar perairan dan masing-masing benih rumput laut dimasukkan kedalam jaring tersebut yang ukuran mata jaringnya 2,5 cm dengan diameter tabung 5-10 cm. Ukuran mata jaring juga harus menyesuaikan ukuran bibit rumput laut yang ditanam. Semakin besar ukuran bibit maka kantong jaring yang digunakan juga semakin lebar. Tiang pancang yang digunakan harus mampu menahan bobot bibit yang ditanam dalam kantong jarring. jarak tiap tiang pancang adalah 3 – 5 m sedangkan jarak tiap kantong 25 – 30 cm. Keuntungan penggunaan metode ini pertumbuhan rumput laut yang dibudidaya dapat mencapai 3-6 cm, relatif lebih aman dari

Budidaya rumput laut Metode apung

c) Metode apung (floating method)
Metode apung hampir sama dengan metode lepas dasar perbedaannya adalah posisi tanam yang berada di permukaan air laut, sehingga metode ini lebih banyak membutuhkan pelampung. Metode apung dapat digunakan pada perairan yang memiliki kedalaman tinggi hingga 3-10 m. dengan dasar perairan yang beragam, dan dapat

digunakan pada perairan dengan arus air sedang hingga kuat. Teknik budidaya yang digunakan dalam metode ini antara lain :
(1) Metode tali (longline method)
Metode tali yang digunakan pada penanaman rumput laut secara apung hampir sama dengan metode tali yang digunakan pada lepas dasar, perbedaannya terletak pada pemberat. Jika pada lepas dasar tali terikat pada tiang pancang, pada posisi terapung tali diikat dengan jangkar atau pemberat sehingga unit tidak terbawa arus perairan. Tali juga diikatkan dengan pelampung supaya bibit rumput laut tidak tenggelam ke dasar perairan. panjang tali yang digunakan dapat bervariasi antara 3-30 m tergantung pada karakteristik peraiaran.

Penggunaan tali pada metode apung dapat menggunakan tali tunggal maupun tali ganda. Penggunaan tali ganda dinilai lebih efektif karena nilai yang dihasilkan juga akan lebih banyak jika dibandingkan dengan tali tunggal. Pada penanaman yang menggunakan tali ganda, tali diikatkan pada sebilah bambu dimasing-masing sisinya sepanjang 3-10 m. jarak masing-masing tali berkisar antara 25 – 30 cm.

(2) Metode rakit (raft method)
Metode rakit merupakan teknik penanaman rumput laut yang banyak digunakan di Indonesia. Metode rakit untuk penanaman rumput laut hanya dapat digunakan untuk penanaman rumput laut yang dilakukan di laut lepas yang berarus kecil sampai sedang (20 – 40 cm/detik) dengan ketinggian air saat surut > 80 cm dan dasar perairan pasir berbatu atau sedikit berlumpur. Metode rakit biasanya juga diterapkan pada lepas dasar maupun apung, karena posisi rakit dapat diletakkan di badan perairan atau di permukaan perairan. Metode rakit yang terapung di permukaan dapat digunakan di perairan laut yang agak dalam hingga mencapai 10 m tergantung pada kekuatan konstruksi dan tali yang digunakan, karena metode ini dapat bergerak bebas dan hanya bertumpu pada jangkar di dasar perairan.


Ukuran rakit biasanya berkisar antara 2,5 x 2,5 m atau 2,5 x 5 m, hal ini merupakan ukuran yang tepat untuk pembuatan rakit karena bila jarak terlalu jauh atau ukuran rakit terlalu besar dapat mengurangi ketegangan tali yang digunakan sehingga tali akan menjuntai karena bibit yang diikatkan terlalu berat. Metode rakit


dapat menggunakan tali monoline dengan membentuk sejajar atau dengan berbentuk seperti jaring dengan jarak antara tanaman yang sama yaitu 20 – 25 cm. pelampung utama diikatkan pada setiap sudut rakit dan dibantu dengan pelampung bantuan yang ukurannya lebih kecil di beberapa titik rakit untuk membantu menjaga posisi rakit agar tidak tenggelam. Jumlah pelampung disesuaikan dengan ketinggian rakit yang diharapkan. Posisi rakit yang berada di permukaan dan terkena sinar matahari langsung rawan terhadap serangan penyakit rumput laut, karena rumput laut yang terkena sinar matahari langsung dalam waktu yang cukup lama dapat rusak dan akhirnnya mati. Sebaiknya posisi bibit rumput laut yang terikat dirakit sedikit tenggelam minimal 10 cm dibawah permukaan air untuk menghindari kerusakan bibit yang dibudidayakan


Rakit dapat dibuat dari potongan kayu atau bambu yang diikat membentuk persegi panjang atau bujur sangkar. Setiap sudut rakit diberi pelampung yang terbuat dari bahan plastik dengan bentuk dan ukuran disesuaikan dengan bobot rakit yang dibuat. Bahan yang dibutuhkan untuk pembuatan rakit adalah sebagai berikut :
  •  Bambu diameter 10 cm dengan panjang 5 m sebanyak 2 buah, berfungsi sebagai pengapung
  •  Bambu berdiameter 5 cm dengan panjang 2,5 m sebanyak 2 buah, berfungsi sebagai perentang tali untuk melekatkan bibit
  • Tali untas merupakan tali untuk tempat mengikat bibit rumput laut dengan panjang 4 m, 1,5 m digunakan untuk mengikat kedua ujung tali untas ke bambu, 2,5 m dilengkapi dengan tali rafia dengan jarak 25 cm, sehingga 1 tali untas terdapat 10 tali rafia yang berfungsi untuk tempat mengikat bibit rumput laut. Tali untas terbuat dari plastik multifilament berdiameter 7 mm yang diikatkan pada bambu berdiameter 2,5 cm, usahakan menggunakan tali multifilament karena lebih kuat dan tahan lama, dengan jarak antar tali 20 cmTali rafia untuk mengikat benih (berat benih sekitar 50 – 100 gram) jarak tiap ikatan bibit sekitar 20-25 cm.
  • Jangkar yang terbuat dari besi atau batu yang dapat berfungsi sebagai pemberat sehingga tidak merubah posisi rakit. Pemberat dapat juga dibuat dari karung berisi pasir. Salikin (2005) menambahkan bahwa masing-masing pemberat ± 100 kg. panjang tali pemberat 1,5 – 2 kali kedalaman perairan. Tali pemberat yang digunakan poliethilen dengan diameter 10 cm.

Penanaman rumput laut dengan menggunakan metode rakit memerlukan alat tambahan berupa kayu atau bambu yang berfungsi sebagai penanda atau rambu di laut untuk menghindari lalu lintas di laut sehingga areal budidaya dapat diketahui oleh orang lain, atau dapat juga digunakan sebagai penanda bahwa dilokasi tersebut merupakan areal budidaya rumput laut perorangan atau kelompok.
Untuk meningkatkan produksi rumput laut satu unit rakit yang telah dibuat (2,5 x 2,5 m) dapat digabungkan menjadi 2 atau 4 unit. Penggabungan unit rakit yang dibuat dapat secara horizontal (melebar) atau vertikal (bertumpuk) hal ini disesuaikan dengan karakteristik perairan, karena nantinya akan berpengaruh terhadap suplai nutrien yang dibutuhkan untuk pertumbuhan rumput laut.

(3) Metode kantong (tubular method)
Metode kantong dalam budidaya rumput laut biasa dikenal dengan metode jaring atau tabung (tubular net). Penggunaan metode kantong biasanya dilakukan pada budidaya rumput laut di laut lepas dengan kedalaman lebih dari 2 m, dengan pergerakan air air yang relatif keras atau perairan dengan gelombang yang sedang hingga tinggi. Metode kantong/ tabung terbuat dari jaring yang dibuat menyerupai tabung dapat diposisikan secara horizontal

maupun vertikal, disesuaikan dengan karakteristik perairan tempat dilakukannya budidaya.
Kantong atau tabung yang terbuat dari jaring dapat menggunakan beberapa macam teknik diantaranya tanpa menggunakan sekat, dengan ukuran panjang tabung sekitar 30 – 50 cm tergantung pada jumlah bibit yang akan ditanam atau kepadatan bibit dalam kantong adapula kantong jaring yang menggunakan sekat yang terbuat dari bahan karet. Model ini telah diterapkan pada daerah selatan jawa yang memiliki arus kuat, sekat karet selain berfungsi sebagai pembatas dan rangka tabung juga berfungsi sebagai pemberat sehingga tabung tidak mudah lepas atau koyak saat dihempas ombak besar. Ukuran panjang tabung sekitar 80 – 100 cm dengan diameter tabung 30 cm, jarak antar sekat sekitar 20-30 cm, dengan mata jaring 2 cm.

Sedangkan teknik budidaya dengan menggunakan metode kantong jaring yang posisinya dipasang secara vertikal dapat digunakan pada perairan dengan kedalaman air yang relatif dalam dan berarus kencang. Jaring yang berisi rumput laut yang digunakan pada perairan berarus kuat memerlukan konstruksi yang lebih kuat dengan pelampung dan jangkar yang jelas lebih banyak dan kuat. Penggunaan metode jaring biasanya juga dikombinasikan dengan metode pancang, tali tunggal atau rakit.


Thursday, April 2, 2015

Budidaya Rumput Laut di Laut

1) Budidaya Rumput Laut di Laut
Keberhasilan budidaya rumput laut selain tergantung pada kondisi lingkungan budidaya juga dipengaruhi oleh metode budidaya yang akan digunakan. Penggunaan metode budidaya rumput laut sangat bergantung pada lokasi dan syarat hidup rumput laut yang akan dibudidayakan. Penggunaan wadah dan metode budidaya rumput laut perlu disesuaikan dengan kondisi lingkungan sekitar budidaya. Pada daerah pesisir yang terletak ditepian pantai dengan perairan yang relatif tenang dan terlindung, budidaya rumput laut dapat dilakukan di laut, sedangkan pada perairan yang berombak atau berarus besar dan tidak terlindung budidaya rumput laut dapat dilakukan namun memerlukan konstruksi yang lebih kuat dengan biaya yang relatif lebih mahal.

Dengan pertimbangan bahwa budidaya rumput laut harus menggunakan bahan yang murah, maka petani cenderung mencari bahan yang mudah diperoleh dari lingkungan sekitarnya. Karena itu kegiatan penyediaan bahan harus tetap memperhatikan aspek kelestarian lingkungan. Pada budidaya rumput laut dengan metode lepas dasar banyak digunakan patok dari bambu atau kayu bakau. Untuk itu perlu pengaturan agar tidak terjadi perusakan hutan bakau, mengingat daerah tersebut faktor pendukung sumberdaya perikanan laut yang sangat penting. Pada budidaya rumput laut dengan metode rakit dapat digunakan bambu sebagai bahan rakit dan jangkar sebagai pemberat yang terbuat dari batu atau semen pasir. Penggunaan karang sebagai jangkar tidak diperbolehkan karena dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan Berdasarkan posisi tanaman terhadap dasar perairan, metode-metode budidaya rumput laut di lapangan dengan tiga cara, yaitu: metode dasar, metode lepas dasar, dan metode apung.


a) Metode dasar (bottom method)
Metode dasar merupakan metode penanaman rumput laut yang dilakukan di dasar perairan. metode dasar ini dapat dilakukan di daerah pesisir pantai maupun di tambak. Metode dasar pada umumnya digunakan pada perairan yang sangat dipengaruhi oleh pasang surut air laut, dengan dasar perairan pasir berbatu dan perairan dengan arus yang tenang sampai sedang. Metode dasar ini sangat sederhana penerapannya dan membutuhkan biaya yang relatif murah.


Metode dasar yang dilakukan di laut harus dipilih lokasi yang sesuai antara lain terletak pada daerah pasang surut sehingga masih ada pertukaran zat hara sebagai nutrien yang diperlukan untuk kehidupan rumput laut, tanpa perlu ada perlakuan khusus pada lahan budidaya. Berbeda dengan budidaya rumput laut yang dilakukan di tambak, budidaya rumput laut yang dilakukan di tambak memerlukan persiapan khusus pada lahan budidaya dengan cara pengolahan tanah, pengapuran, pengeringan dan pemupukan tanah terlebih dahulu. Hal ini disebabkan karena pada budidaya yang dilakukan di tambak pergantian air relatif lebih sedikit sehingga zat hara yang diperlukan sebagai nutrien perlu disediakan dengan dilakukannya pemupukan tambak terlebih dahulu.

Metode dasar dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
(1) Metode tebar (broad cast method)
Budidaya rumput laut dengan metode tebar (broad cast method) dapat dilakukan pada untuk budidaya yang dilakukan di laut dengan karakteristik perairan yang landai atau daerah pasang surut, yang memiliki substrat pasir, pasir berbatu, karang atau batu, dengan pergerakan perairan yang relatif tenang sampai sedang. Metode ini juga dapat dilakukan pada budidaya rumput laut yang dilakukan di tambak mengingat ketinggian air yang bergantung pada pasang surut, ketinggian air tidak lebih dari 60 cm.


Metode tebar sering juga dikenal dengan metode sebaran (broad cast method) metode ini adalah salah satu cara budidaya rumput laut yang paling sederhana, dimana bibit tanaman hanya disebarkan di perairan yang diinginkan secara acak. Bibit tanaman dipotong-potong hingga seberat 25 – 30 g, diikat dengan tali, atau dapat juga dengan menggunakan pemberat berupa batu, lalu disebarkan pada perairan yang dasarnya berbatu karang atau pasir berbatu jika ditanam di laut. Namun jika penanaman dilakukan di tambak maka bibit yang telah diikat ke batu atau pemberat dapat langsung diletakkan di dasar tambak yang telah diolah sebelumnya.

2) Metode dasar perairan (bottom farm method)
Metode dasar (bottom farm method) adalah metode yang juga dilakukan di dasar perairan namun posisinya tertata rapi, seperti menanam tanaman di daratan atau dibuat berjalur. Bibit yang ditanam juga memiliki bobot lebih banyak jika dibandingkan dengan metode tebar (broad cast method). Ukuran tiap jalur sekitar 120 cm dan jarak antar jalur sekitar 60 cm, hal ini bertujuan untuk mempermudah pengawasan. Jarak antar tanaman minimal 20 cm, sehingga penanaman rumput laut di dasar perairan menyerupai kebun di dasar laut

Keuntungan menggunakan metode dasar antara lain adalah biaya material yang rendah, penanamannya mudah dan tidak memakan pasir berbatu atau karang, penanaman dengan metode bottom farm method lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan broad cast method, hal ini disebabkan karena pengawasan dan pengelolaan bottom farm method lebih mudah dilakukan, karena posisi tanamnya yang teratur hal juga mempermudah dalam memprediksi hasil yang akan diperoleh.

Sedangkan kerugiannya menggunakan metode ini antara lain : bibit banyak yang hilang terbawa arus atau ombak, tanaman dapat dimakan ikan dan hewan predator seperti bulu babi dan teripang yang akan memangsa rumput laut, hal ini dapat ditanggulangi dengan pembuatan pagar di sekitar areal budidaya rumput laut dengan ukuran mata jaring 2,5 cm dengan ketinggian sekitar 0,5 cm, metode inikurang baik untuk perairan dengan dasar tanah berpasir (laut) atau lumpur di tambak.

Metode perbandingan lokasi perairan budidaya rumput laut Metode scoring

1) Metode scoring (matriks penilaian)
Penggunaan metode scoring merupakan analisa penilaian yang relatif mudah dan dapat dilakukan secara konvensional dengan menilai beberapa variabel dengan pembobotan yang sesuai dengan daya dukung rumput laut yang akan dibudidayakan. Uraian pembobotan untuk matriks kesesuaian lokasi penanaman rumput laut yang dilakukan di laut (Eucheuma cottonii) dapat diurutkan menjadi 3 variabel berdasarkan skala prioritasnya. berikut dibawah ini variable-variabel pembobotan dalam matriks penilaian kelayakan lokasi budidaya rumput laut yang dilaksanakan di laut :


a) Variabel Primer
Merupakan syarat utama yang harus dipenuhi untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan. Jika syarat ini tidak terpenuhi dapat menggagalkan usaha budidaya yang diinginkan. Variabel yang termasuk dalam variabel primer adalah :
(1) Fosfat dan Nitrat
Variabel fosfat dan nitrat merupakan nutrien yang diperlukan bagi tumbuhan air dalam pembentukan protein maupun aktivitas metabolisme.


(2) Kedalaman Perairan.
Variabel ini dianggap penting karena berkaitan dengan pembangunan instalasi budidaya, maupun keberlangsungan usaha. Pada saat yang sama, perairan yang terlalu dalam memungkinkan kemampuan penetrasi cahaya tidak maksimal. Semakin dalam suatu perairan akan semakin berkurang penetrasi cahaya. Sebaliknya perairan yang terlalu dangkal dapat menyebabkan bervariasinya suhu dan padatan tersuspensi

(3) Kecerahan
Kecerahan merupakan variabel yang berhubungan dengan besarnya penetrasi cahaya kedalam perairan. Energi sinar matahari dibutuhkan oleh thallus rumput laut dalam mekanisme fotosintesis. Karena itu, kecerahan sangat penting dalam menentukan lokasi budidaya rumput laut.

(4) Kecepatan Arus
Variabel ini dianggap penting karena berkaitan dengan proses pertukaran dan pengangkutan unsur hara, perpindahan sedimen dan perusakan struktur komunitas perairan. Pada saat yang lain, peubah ini penting bagi sistem penjangkaran dan penempelan kotoran pada thallus rumput laut.


b) Variabel Sekunder
Variabel ini merupakan syarat optimal yang harus dipenuhi oleh suatu kegiatan usaha budidaya rumput laut. Syarat ini diperlukan bagi kehidupan biota/tumbuhan agar lebih baik. Yang termasuk dalam variabel sekunder adalah :

(1) Muatan Padatan Tersuspensi (MPT)
Variabel ini merupakan partikel yang melayang dalam badan air dan dianggap penting, karena dapat mengganggu usaha budidaya dengan beberapa cara, misalnya, perairan menjadi keruh dan rumput laut mudah terserang penyakit.

(2) Suhu dan Salinitas
Suhu dan salinitas perairan termasuk dalam variabel sekunder karena kedua varabel ini di perairan selalu berada dalam kondisi yang alami. Keberadaan variabel ini dilaporkan perubahannya selalu kecil di daerah tropis. Tetapi dengan melihat kondisi lingkungan budidaya rumput laut yang cukup potensial bagi aktifitas pasut, maka keberadaan variabel cukup penting. Perubahan suhu mencapai tingkat ekstrim dapat menyebabkan thallus pucat dan berwarna kuning.


C). Variabel Tersier
Variabel ini dianggap sebagai syarat pendukung dimana keberadaannya di perairan, dianggap tidak langsung berpengaruh pada kehidupan kultivan tersebut. Variabel ini dipenuhi, untuk kehidupan biota/tumbuhan secara sempurna. Variabel tersebut adalah :

(1) Kepadatan fitoplankton
Fitoplankton dianggap sebagai variabel tersier, karena keberadaanya tidak berhubungan langsung dengan rumput laut. Walaupun demikian fitoplankton merupakan penyusun kesuburan perairan, penyangga kualitas air dan dasar dalam rantai makanan di perairan atau produsen primer .


(2) Klorofil- a
Variabel ini termasuk tersier karena keberadaannya tidak berhubungan langsung dengan rumput laut. Konsentrasi klorofil-a di perairan mengikuti jenis dan besarnya jumlah fitoplankton. Variabel ini merupakan salah satu indikator dalam penentuan kesuburan perairan. Pada saat yang lain pigmen ini, diperlukan untuk mekanisme fotosintesa mikroalga.

(3) Material Dasar Perairan
Variabel ini, berhubungan dengan kebiasaan hidup dan sifat fisiologis. Beberapa kejadian dapat ditoleransi, tetapi untuk keadaan yang ekstrim tidak dapat menghasilkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup biota tersebut dengan baik. Karena itu, rumput laut membutuhkan dasar perairan yang relatif stabil. Alga makro tumbuh di perairan laut yang memiliki substrat keras dan kokoh yang memiliki fungsi sebagai tempat melekat

(4) Oksigen Terlarut
Variabel oksigen terlarut di perairan dianggap sebagai variabel tersier karena keberadaan variabel ini tidak berhubungan langsung dengan kultivan. Rumput laut hanya membutuhkan oksigen pada kondisi tanpa cahaya. Tetapi pada perairan terbuka dimana pergerakan air dan sirkulasi masih terjadi, oksigen terlarut berada pada kondisi alami. Dengan demikian jarang di jumpai kondisi perairan terbuka yang miskin oksigen (Brotowidjoyo et al

(5) pH
Nilai pH dalam suatu perairan tidak terlepas dari berbagai aktivitas yang terjadi di perairan. Perubahan pH, berakibat pada toksisitas dari bahanbahan yang bersifat racun dan perubahan komunitas biologi perairan. Tetapi keberadaan pH dalam suatu perairan juga berada dalam nilai-nilai yang alami. Dalam perairan nilai pH relatif konstan karena adanya penyangga cukup kuat dari hasil keseimbangan karbon dioksida, asam karbonat, karbonat dan bikarbonat yang disebut buffer

Persyaratan lokasi secara sosial ekonomi budidaya rumput laut?

Persyaratan lokasi secara sosial ekonomi
a) Pemukiman
Daerah pemukiman penduduk juga perlu dipertimbangkan dalam penentuan lokasi budidaya rumput laut, hal ini berhubungan dengan ketersediaan tenaga kerja sebagai pengelola budidaya rumput laut serta dampak yang juga dapat ditimbulkan akibat lokasi budidaya yang terlalu dekat dengan pemukiman penduduk antara lain pencemaran rumah tangga dan pencurian. Budidaya laut merupakan salah satu alternatif mata pencaharian bagi penduduk di kawasan pesisir, sehingga dapat menyerap tenaga kerja di kawasan tersebut. Ketersediaan tenaga kerja di suatu kawasan budidaya laut sangat berperan penting dalam pemeliharaan dan pengawasan budidaya. Chan et al., (1988) menyatakan bahwa kualitas sumber daya manusia juga berpengaruh terhadap besar kecilnya unit usaha budidaya.

b) Masalah benturan kepentingan
Beberapa kegiatan perikanan lain seperti kegiatan penangkapan ikan, pengumpulan ikan hias akan berpengaruh terhadap aktivitas usaha rumput laut dan dapat mengganggu beberapa sarana rakit


c) Aksesebilitas/ pencapaian
Pemilik usaha budidaya rumput laut cenderung memilih lokasi yang berdekatan dengan tempat tinggal, sehingga kegiatan monitoring pertumbuhan dan penjagaan keamanan dapat dilakukan dengan mudah. Kemudian lokasi diharapkan berdekatan dengan sarana jalan, karena akan mempermudah dalam pengangkutan bahan, sarana budidaya, bibit, hasil panen dan pemasarannya. Hal tersebut akan mengurangi biaya pengangkutan.

d) Tenaga kerja
Budidaya laut merupakan salah satu alternatif mata pencaharian bagi penduduk di kawasan pesisir, sehingga dapat menyerap tenaga kerja di kawasan tersebut. Ketersediaan tenaga kerja di suatu kawasan budidaya laut sangat berperan penting dalam pemeliharaan dan pengawasan budidaya. Kualitas sumber daya manusia juga berpengaruh terhadap besar kecilnya unit usaha budidaya.

e) Dukungan stake holder (pemerintah setempat)
Budidaya rumput laut juga memerlukan dukungan dari masyarakat atau pemerintah setempat, hal ini selain berhubungan dengan peraturan dan perijinan penggunaan lokasi budidaya, berhubungan juga dengan rantai pemasaran yang akan terjadi. jika pemerintah dan masyarakat setempat memberikan dukungan maka akan memberikan rasa yang lebih aman bagi petani rumput laut karena ada jaminan pada kegiatan pra dan pasca produksinya.


Secara garis besar syarat-syarat pemilihan lokasi budidaya rumput laut potensial jenis Eucheuma sp adalah sebagai berikut :
  1. Letak lokasi budidaya sebaiknya jauh dari pengaruh dataran dan lokasi jangan langsung menghadap laut lepas, sebaiknya yang terdapat karang penghalang yang dapat melindungi tanaman dari kerusakan akibat ombak yang kuat.
  2. Untuk memberikan kemungkinan terjadinya aerasi, lokasi budidaya harus mendapat pergerakan air yang cukup, disamping itu gerakan air yang cukup bisa memberikan pasokan makanan yang kontinyu serta terhindar dari akumulasi debu air dan tanaman menempel.
  3.  Bila menggunakan metode lepas dasar, dasar lokasi budidaya harus keras yaitu terbentuk dari pasir dan karang.
  4. Lokasi yang dipilih sebaiknya pada waktu surut terendah yang masih digenangi air sedalam 30 – 60 cm. keuntungan dari adanya genangan air ini yaitu penyerapan makanan yang terus menerus, dan tanaman tidak rusak akibat sengatan sinar matahari langsung.
  5. pH Perairan lokasi budidaya sebaiknya antara 7,3-8,2.
  6. Perairan yang dipilih sebaiknya ditumbuhi komunitas yang terdiri dari berbagai jenis makro alga. Bila perairan sudah ditumbuhi rumput laut alami, maka daerah ini cocok untuk pertumbuhannya.


Sedangkan syarat-syarat pemilihan lokasi budidaya rumput laut potensial jenis Gracilaria sp adalah sebagai berikut :
  1. Untuk lokasi budidaya di tambak, dipilih tambak yang berdasar perairan lumpur berpasir. Dasar tambak yang terdiri dari lumpur halus dapat memudahkan tanaman terbenam dan mati.
  2. Agar salinitas air cocok untuk pertumbuhan Gracilaria sp sebaiknya lokasi berjarak 1 km dari pantai.
  3. Kedalaman air tambak antara 60-80 cm.
  4. Lokasi tambak harus dekat dengan sumber air tawar dan laut
  5.  Derajat keasaman atau pH air tambak optimum antara 8,2 – 8,7
  6.  Kita dapat menggunakan tambak yang tidak lagi produktif untuk udang dan ikan.

Wednesday, April 1, 2015

Persyaratan lokasi secara teknis budidaya rumput laut yang harus diketahui

Persyaratan lokasi secara teknis
Persyaratan teknis dalam penentuan lokasi budidaya rumput laut merupakan persyaratan yang berhubungan dengan permasalahan dan kondisi teknis dalam budidaya rumput laut yang penting untuk diperhatikan, persyaratan tersebut antara lain:

a) Masalah keamanan
Masalah pencurian dan sabotase mungkin dapat dialami, sehingga upaya pendekatan kepada beberapa pemilik usaha lain atau menjalin hubungan baik dengan masyarakat sekitarnya perlu dilakukan.

b) Pencemaran
Lokasi budidaya hendaknya terhindar dari pencemaran rumah tangga maupun industri untuk menghindari masuknya bahan pencemar ke dalam tubuh biota laut, yang dapat merugikan kultivan secara langsung maupun tidak langsung. Pencemaran dapat berupa pencemaran organik umumnya berasal dari limbah rumah tangga seperti ammonia atau bakteri E. Coli, sedangkan pencemaran anorganik umumnya berasal dari limbah industri seperti fenol atau logam berat.


c) Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana disini meliputi berbagai hal, antara lain sarana pokok untuk budidaya (wadah-wadah budidaya), sarana penunjang (perahu, keranjang, peralatan kerja lapangan). Pemilik usaha budidaya rumput laut cenderung memilih lokasi yang berdekatan dengan tempat tinggal, sehingga kegiatan monitoring pertumbuhan dan penjagaan keamanan dapat dilakukan dengan mudah. Kemudian lokasi diharapkan berdekatan dengan sarana jalan, karena akan mempermudah dalam pengangkutan bahan, sarana budidaya, bibit, hasil panen dan pemasarannya. Hal tersebut akan mengurangi biaya pengangkutan.


d) Ketersediaan bibit
Lokasi yang terdapat stok alami rumput laut yang akan dibudidayakan merupakan petunjuk bahwa lokasi tersebut cocok untuk usaha budidaya rumput laut. Apabila tidak terdapat sumber bibit dapat memperolehnya dari lokasi lain. Pada lokasi dimana Eucheuma cottonii bisa tumbuh, biasanya terdapat pula jenis lain seperti Gracilaria sp dan Sargassum sp. Bibit juga data diperoleh secara vegetatif ataupun generatif.

e) Hama atau predator
Predator atau pemangsa bibit rumput laut seperti bulu babi, penyu dan ikan-ikan laut tertentu. Meskipun predator-predator tersebut dapat dihindari dengan merekayasa sarana budidaya, misalnya dengan menutup areal budidaya menggunakan jaring.

Persyarata lokasi penanaman rumput laut

Lokasi penanaman rumput laut harus memperhatikan beberapa persyaratan antara lain :
1) Persyaratan lokasi secara ekologis
Persyaratan lokasi penanaman secara ekologis merupakan hal utama yang harus diperhatikan pada pemilihan lokasi budidaya rumput laut. Beberapa syarat pemilihan lokasi secara ekologis antara lain :

a) Keterlindungan
Lokasi budidaya rumput laut harus terlindung dari pengaruh angin dan gelombang yang besar, hal ini dimaksudkan untuk menghindari kerusakan secara fisik terhadap sarana budidaya rumput laut. Lokasi yang terlindung biasanya terletak di perairan teluk atau perairan terbuka tetapi terlindung oleh adanya penghalang atau pulau di depannya. Keterlindungan ini juga dapat bersinggungan dengan benturan kepentingan dengan area pendaratan kapal ikan khususnya di perairan laut, sehingga sebaiknya lokasi penanaman rumput laut tidak berdekatan dengan daerah pendaratan ikan atau daerah yang dilalui kapal penangkapan. Pada rumput laut yang dibudidayakan di tambak, pengaruh angin dan gelombang juga dapat mempengaruhi pasang surut air yang masuk ke areal tambak yang secara tidak langsung juga berpengaruh terhadap kadar salinitas perairan.


b) Topografi
Topografi cukup signifikan untuk dijadikan ukuran tingkat kerataan lahan, topografi harus dipertimbangkan untuk penanaman rumput laut di tambak. Daerah yang memupunyai topografi bergelombang perlu dipertimbangkan untuk diratakan apabila akan dijadikan lahan pertambakan atau area penanaman rumput laut, karena akan berpengaruh terhadap pembiayaan pada kegiatan persiapan lahan. Sedapat mungkin, lokasi tambak harus mempunyai kontur yang relatif rata, sehingga memudahkan dalam pengerjaan pembuatan tambak dengan biaya yang relatif lebih murah. Selain itu, topografi sangat berkaitan dengan letak ketinggian lokasi yang sangat berpengaruh terhadap pasang surut yang nantinya juga akan mempengaruhi suplai air ke dalam area pertambakan. Semakin tinggi letak lokasi terhadap pasang surut, akan membutuhkan upaya lebih, khususnya berkaitan dengan biaya pemindahan air.

c) Sumber air tawar
Lokasi penanaman rumput laut yang dilakukan di laut seperti Eucheuma sp sebaiknya jauh dari sumber air tawar seperti sungai atau

muara. Namun hal ini berbalik dengan rumput laut yang dibudidayakan di tambak seperti Gracilaria sp, sumber air tawar justru perlu untuk dipertimbangkan, karena sumber air tawar akan mendukung percampuran air tambak yang akan membuat salinitas air tambak tetap dalam kondisi payau. Perubahan salinitas yang drastis dapat mempengaruhi sistem osmolaritas rumput laut itu sendiri sehingga jika ada perubahan salinitas yang fluktuatif pada kegiatan budidaya rumput laut dapat berpengaruh terhadap kehidupan rumput laut itu sendiri.


d) Elevasi
Elevasi atau kemiringan lahan berkaitan dengan, kemampuan irigasi untuk mencapai pada suatu tempat. Semakin tingi letak lokasi akan semakin susah dijangkau oleh pasang surut. Semakin landai letak lokasi, daerah yang dapat dimanfaatkan untuk pembangunan tambak akan semakin banyak, karena semakin mudah dijangkau oleh pasang surut. Elevasi juga dapat dimanfaatkan untuk budidaya rumput laut yang dibudidayakan di daerah pesisir, khususnya yang menggunakan sistem dasar dan lepas dasar.


e) Pasang surut
  1. Pasang surut sangat penting bagi perikanan, khususnya budidaya rumput laut di tambak. Pemasukan dan pengeluaran air tambak sangat bergantung pada pasang surut. Dilihat dari pada gerakan permukaan laut, maka pasang surut di Indonesia dibagi menjadi 4 jenis, yaitu; Pasang surut harian tunggal (diurnal tide), yaitu terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dalam sehari, misalnya di Selat Karimata.
  2. Pasang surut harian ganda (semi diurnal), yaitu terjadi dua kali surut dalam sehari, misalnya di Selat Malaka dan Laut Andaman.
  3.  Pasang surut campuran condong ke harian ganda (mixed tide prevailing semi diurnal), yaitu terjadi dua kali surut sehari yang berbeda dalam tinggi dan waktu, misalnya di perairan Indonesia Timur.
  4. Pasang surut campuran condong ke harian tunggal (Mixed tide prevailing diurnal), yaitu terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dalam sehari yang sangat berbeda dalam tinggi dan waktunya, misalnya di pantai selatan Kalimantan dan pantai utara Jawa Barat.

f) Kondisi dasar perairan
Semua makhluk hidup memerlukan tempat tumbuh untuk menunjang hidupnya. Tempat hidup rumput laut berfungsi untuk tempat menempelnya rumput laut agar tahan terhadap terpaan ombak. Kebanyakan tempat menempel rumput laut berupa karang mati atau cangkang moluska walaupun dapat juga berupa pasir atau lumpur. Substrat yang umum ditumbuhi oleh rumput laut secara alami di perairan Indonesia adalah pasir dan karang. Kedua jenis substrat tersebut berada di perairan dangkal di sekeliling kepulauan Indonesia. Eucheuma umumnya tumbuh di daerah pasang surut (intertidal), atau daerah yang selalu terendam air (subtidal), melekat pada substrat di dasar perairan yang berupa karang batu mati, karang batu hidup, batu gamping, atau cangkang moluska. Pada rumput laut yang ditanam di tambak seperti Gracilaria sp harus memiliki dasar perairan tanah berpasir, dan harus terhindar dari dasar perairan yang berlumpur agar rumput laut yang ditanam tidak mudah tertutup oleh lumpur yang terbawa oleh gerakan air.



g) Gerakan air (arus dan gelombang)
Kenyataan bahwa gelombang kebanyakan berjalan pada jarak yang luas, sehingga mereka bergerak makin jauh dari tempat asalnya dan tidak lagi dipengaruhi langsung oleh angin. Sifat-sifat gelombang dalam hal ini besar kecilnya dan kecuraman dipengaruhi oleh kecepatan angin waktu dimana angin sedang bertiup dan jarak tanpa rintangan dimana angin sedang bertiup (fetch).
Bentuk gelombang akan berubah dan akhirnya pecah ketika mereka sampai di pantai. Pecahnya gelombang ini sering disertai dengan gerakan maju ke depan yang berkekuatan sangat besar yang dapat merusak kontruksi budidaya. Bila sebuah gelombang pecah, airnya akan dilemparkan jauh ke depan sampai mencapai daerah pantai sebagai sebuah arus. Kebanyakan rumput laut mampu mentoleransi

aksi gelombang yang besar dan terekspos pada daerah intertidal berbatu dan substrat yang padat.
Gerakan air, selain berfungsi untuk mensuplai zat hara juga membantu memudahkan rumput laut menyerap zat hara, membersihkan kotoran yang ada, dan melangsungkan pertukaran CO2 dengan O2 sehingga kebutuhan oksigen tidak menjadi masalah. Arus di daerah pantai sangat dipengaruhi oleh pergerakan pasang surut, kecepatan angin, kecepatan pergerakan air tawar dan transportasi gelombang.


Arus dapat menimbulkan gerakan air yang dapat berfungsi sebagai pensuplai zat hara, juga membantu memudahkan rumput laut menyerap zat hara, membersihkan kotoran, serta melangsungkan pertukaran CO2 dan O2, sehingga kebutuhan oksigen tidak menjadi masalah. Kecepatan arus yang baik untuk budidaya berkisar antara 20-40 cm/det.
Sedangkan kecepatan angin dapat menambah kecepatan arus permukaan sebesar 1 – 5% dari kecepatan angin dan pengaruhnya hanya sampai pada kedalaman tertentu (efektif pada kedalaman 0,5

m). kecepatan dan arah arus disuatu perairan penting untuk diketahui karena untuk menghindari adanya massa air yang tidak bergerak ’death water bodies’ pada suatu saat di lokasi, yang akan berakibat fatal bagi biota laut yang dibudidayakan.

Lokasi penanaman rumput laut yang dilakukan di laut sebaiknya menghindari daerah perairan dengan angin dan arus yang besar, karena hal ini dapat merusak konstruksi penanaman rumput laut. atau menyebabkan lepasnya ikatan pada penanaman rumput laut. Sedangkan penanaman rumput laut yang dilakukan di tambak jika gerakan angin terlalu kencang dapat mengakibatkan tertutupnya tanaman rumput laut oleh lumpur sehingga dapat menyebabkan kematian pada tanaman rumput laut.

h) Kedalaman
Alga bersifat autotrof, yaitu dapat hidup sendiri tanpa tergantung makhluk lain. Proses pertumbuhan rumput laut sangat bergantung pada sinar matahari untuk melakukan proses fotosintesis. Kedalaman perairan di suatu daerah akan membatasi penetrasi cahaya matahari dimana secara tidak langsung akan mempengaruhi pertumbuhan biota laut yang ada di dalamnya, karena jumlah oksigen untuk respirasi fauna akan semakin berkurang dengan semakin dalamnya perairan yang disebabkan intensitas cahaya matahari yang masuk dalam perairan kecil. Hal ini dapat menyebabkan laju fotosintesis rumput laut akan semakin menurun.

Perairan yang dangkal kecepatan arus relatif cukup besar dibandingkan dengan kecepatan arus pada daerah yang lebih dalam (Odum, 1979). Semakin dangkal perairan semakin dipengaruhi oleh pasang surut, yang mana daerah yang dipengaruhi oleh pasang surut mempunyai tingkat kekeruhan yang tinggi. Kedalaman perairan berpengaruh terhadap jumlah dan jenis organisme yang mendiaminya, penetrasi cahaya, dan penyebaran plankton. Dalam kegiatan budidaya variabel ini berperanan dalam penentuan instalasi budidaya yang akan dikembangkan dan akibat-akibat yang ditimbulkan oleh kegiatan tersebut.

Kedalaman sangat mempengaruhi metode penanaman yang akan digunakan untuk budidaya rumput laut. Metode budidaya rumput laut juga dapat dikelompokkan berdasarkan posisi penanamannya pada kedalaman tertentu. Kedalaman yang baik untuk budidaya rumput laut metode lepas dasar berkisar 30 – 60 cm saat surut, dan 1 – 15 m untuk metode apung, dengan sistem jalur. Kondisi ini untuk menghindari rumput laut mengalami kekeringan dan mengoptimalkan perolehan sinar matahari.